[Photobooth at Our Wedding Day]
Kisah
ini tidak-lah mudah dan mulus seperti yang telah kalian semua lihat dan
bayangkan. Tepat setahun lalu 01 Oktober 2016, kami berdua mengikrarkan janji
suci, sehidup semati di hadapan Altar Kudus-Mu, Tuhan. Namun, dibalik itu semua
ada sebuah perjuangan, pengorbanan, tangisan dan tawa dalam perjalanan cinta
murni dan tulus antara diriku dan dirinya.
Kami
berdua tidak pernah menduga sebelumnya bahwa banyaknya perbedaan yang ada malah
menjadikan kami lebih kuat dan lebih yakin untuk menjalani perjalanan cinta
ini. Padahal jika dipikir-pikir lagi perbedaan kami tidaklah satu saja, ada A B
C dan D. Ada empat perbedaan mendasar dalam hubungan ini. Banyak pihak yang
tidak menyetujui hubungan ini. Dua belah pihak keluarga besar pun sangat
menentang hubungan ini. Padahal kekuatan cinta kami begitu besar, namun mengapa
mereka tidak percaya dan menentangnya? Ya.. namanya juga orangtua pasti mau
yang terbaik bagi anak mereka.
Tidak
berhenti sampai disitu saja, hubungan kami makin dipersulit ketika kami hendak
mengurus berbagai hal keperluan pernikahan. Banyak hal yang membuat kami hampir
menyerah dan seakan sudah tak ada jalan lagi. Rasanya sudah mau tutup mata saja
dan mengakhiri semua perjalanan ini. Namun, ketika salah satu dari kami ingin
menyerah ada saja kekuatan dari salah satu pasangan yang memberikan semangat
dan terus berpegang teguh pada hubungan ini.
Semuanya
ini berawal dari sebuah ketidaksengajaan, ya kalian tidak salah membacanya kok.
Benar ini tidaksengaja dan tidak terencana sebelumnya. Kami berdua bertemu pada
sebuah aplikasi chat nah, hingga pada
hari yang ditentukan itulah kami berdua bersamaan dengan beberapa teman
mengadakan kopi darat atau pertemuan untuk berkumpul bersama dan saling
mengenal satu sama lain serta menambah pertemanan.
Kala
itu, aku masih bersama dengannya kekasihku yang telah menjalin hubungan selama
tujuh tahun. Tak bisa kupungkiri bahwa aku seorang perempuan yang terlalu
mencintai dirinya, maka aku mampu bertahan dalam hubungan tujuh tahun itu. Aku
dulu sebagai sosok yang terlalu bodoh atau polosnya mau saja mempertahankan
hubungan yang tak menentu arahnya dan tidak ada sebuah kepastian kedepannya. Ya..
kuakui itu salahku. Maka, kita sebagai perempuan jangan terlalu memberikan hati
100% pada seorang lelaki dan jangan terlalu mencintai. Lebih baik dicintai,
karena apa? Karena, pada akhirnya perempuan akan luluh jika dicintai dengan
tulus dan penuh perhatian.
Nah,
kembali lagi pada kisahku dan dirinya. Setelah perjumpaan itu, tidak ada maksud
dan tujuan atau ketertarikan satu sama lain. Aku hanya memandangnya jauh, ia
duduk di pojok sana dan aku di pojok sini jadi tak ada rasa ingin saling
memandang atau berkenalan lebih dekat lagi. Namun, waktu ia datang dan
berkenalan, aku hanya bergumam dalam hati saja, “Nih, cowok kok seram amat
yaakk.. gak ada senyumnya sama sekali, kayak jutek gitu deh” gitu gumamku.
Lambat
laun pun ia dan aku mulai memberanikan diri untuk saling menyapa lewat aplikasi
chat secara personal. Kami pun mulai
lebih intens berinteraksi. Hingga akhirnya, komunitas kami mengadakan sebuah gathering. Hari berganti hari, ia pun
mulai menunjukkan ketertarikannya padaku, namun aku juga ingin mengujinya.
Apakah benar ia tulus mencintaiku? Jujur saja pada waktu itu aku masih bersama kekasihku,
aku juga belum ada perasaan apa-apa dengannya. Jadi, ya sudah toh dia mau saja walau aku masih bersama
kekasihku.
Lama
kelamaan kok malah si dia makin menunjukkan keseriusan, cintanya dan juga
perhatiannya pada diriku ini, namanya juga perempuan akhirnya meleleh deh.
Apalagi ia mengungkapkan bahwa, “Kamu itu perempuan pertama yang mengajariku
cara tersenyum, mencintai dan menangis untuk pertama kali,” wow… kalimatnya
membuatku langsung terbuai dan melayang-layang hehehe.
Keputusan
terbesar kubuat pada tanggal 17 Agustus 2015, saat itu aku benar-benar
beranjak. Berlari dan menjauh dari kekasihku yang selama tujuh tahun ini
menemaniku tanpa kepastian. Ketika keputusan terbesar ini kuambil, aku pikir
semua bakalan mulus tanpa ada hambatan. Justru kisah penuh tangisan dan
pengorbanan baru dimulai. Ya.. perbedaan itu bagaikan langit dan bumi yang tak
akan bisa bersatu. Namun, aku berpikir sekali lagi kenapa kami berdua tidak
membuat sebuah jembatan yang bisa menyatukan perbedaan tersebut? Ya.. kami pun
mulai menunjukkan keseriusan hubungan ini pada kedua belah pihak keluarga
besar. Berbagai usaha kami lakukan hingga pada akhirnya ada saatnya kami ingin
menyerah. Apalagi ketika Papa mengatakan, “Menikah itu menyatukan dua belah
pihak keluarga,”
Berbagai
upaya pun kami lakukan, hingga salah satu keluarga dari kami akhirnya luluh dan
berjalan bersama hingga keharmonisan lah yang menyatukan perbedaan kami berdua.
Hingga saat ini-pun kedua belah pihak keluarga kami sangat menghargai hubungan
kami dan kami tetap saling menyayangi tanpa membeda-bedakan keluargaku maupun
keluarganya.
Lewat
tulisan ini akan ku-ungkapkan bahwa, dengan adanya perbedaan yang ada diantara
kami berdua itu bukanlah suatu penghalang maupun jurang pemisah. Perbedaan itu
malah menjadi suatu harmoni yang mengkukuhkan cinta kami dan membuat melodi
indah dalam hubungan sepasang pria dan perempuan yang saling mencinta. Serta mampu
membuat warna dalam perjalanan cinta ini.
Tiada kata
lagi yang ingin ku-ungkapkan selain aku mau menua bersamamu, menjalani segala
rintangan di depan dan mempertahankan cinta suci ini hingga akhir waktu. Serta mampu
menjadi teladan yang terbaik bagi anak-anak kita kelak. Terkhusus untuk buah
cinta kami berdua yang telah terlahir ke dunia ini. Ia merupakan bukti cinta
dan pelengkap perjalanan rumah tangga yang telah kami jalani. Akhirnya telah
kubuktikan pada sekitar bahwa dengan adanya perbedaan dalam hubungan kami berdua
ini mampu membuat suatu keharmonisan yang terpampang nyata.
Komentar
Posting Komentar