Langsung ke konten utama

It call "LOVE". Kirana's Love

Love is all we need to complete a part of our life.

Prolog
10 Juni 2014
Jatuh Cinta. Benar kata orang bilang “Ketika kita jatuh cinta, maka kita harus siap jatuh dan mencinta. Berarti tak ada kata untuk dicinta? Yang ada hanyalah mencinta”.
Pernyataan tersebut sangat mengena dalam pikiranku. Tiap hari aku hanya bisa menghela nafas untuk menyesali apa yang pernah terjadi sepuluh tahun yang lalu. Bukankah kejadian itu sudah lama sekali berlalu? Kenapa aku selalu memikirkannya? Buat apa aku memikirkan seseorang yang tidak pernah peduli akan keadaanku saat ini??!! Gerutuku dalam hati.
Sebenarnya aku tidak perlu menyesali kejadian tersebut, karena kejadian tersebut membuatku mengerti akan rasa yang bernama cinta. Cinta itu memang penuh makna, terkadang ada rasa yang membuatku tiba-tiba tersenyum sendiri, tertawa bahkan menangis. Terkadang ada sebuah rasa yang membuat jantungku seakan berhenti mendadak hingga aku tidak sadar apa yang sedang aku lakukan. Rasa itu juga membuatku merasa bahwa, hanya DIA-lah satu-satunya laki-laki yang bisa membuatku bahagia. “Kira, ingat donk kalau cinta itu bisa membuat kita gila dan tutup mata dengan apa kata orang lain tentang laki-laki tersebut!” Benar kata Rea, sahabatku sejak kecil.  Kenapa aku baru menyadarinya setelah semua itu telah terjadi?!! Aku benar-benar membuat kesalahan yang selalu membekas dalam hati.
Sepuluh tahun telah berlalu, tapi malam ini pikiranku masih melayang dengan kejadian yang pernah kualami dan kurasakan. Yaitu sebuah rasa yang bernama cinta. Tak terasa airmata mulai membasahi wajahku, malam ini.
***
1
Sepuluh Tahun yang Lalu
“Akhirnya aku bisa menikmati hidup!! Kan kata Papa kalau aku sudah kuliah, aku boleh pacaran. Yeah,” sorakku kegirangan, mungkin inilah kebebasan yang bisa aku rasakan setelah sembilan tahun lamanya mengenyam pendidikan formal atas perintah Mama dan Papa. Selama aku masih pakai seragam sekolah, aku belum diijinkan untuk pacaran. Merasakan yang namanya cinta saja tidak pernah. Apalagi pacaran. Pacarku yang paling setia selama ini yang buku pelajaran. Papa menyuruhku untuk menjadi seorang diplomat yang handal bagi Indonesia tercinta. Sekarang saatnya untuk mewujudkan keinginan Papa dan tentunya keinginanku untuk merasakan jatuh cinta.
Aku terlalu banyak ketawa dan begitu girang, sepanjang melangkahkan kakiku menuju ruang kelas, tak henti-hentinya aku menyenandungkan lagu romantis. “i’m falling in love, falling in love with you” aku menyanyikan lagu falling in love-nya Melly Goeslow. Tanpa sadar, sepatuku menginjak seseorang yang berdiri di depanku. “Maaf.. maaf aku gak sengaja,” lalu ku pandang orang yang berdiri di depanku. “Maaf maaf, kamu ini kalau jalan gak pernah pakai mata ya!! Kalau jalan itu liat ke depan!” gerutu seorang laki-laki yang berdiri di hadapanku. Badannya tegap, sorot matanya sangat tajam dan alisnya tebal serta badannya yang terlihat sangat atletis. Ia memang tipe laki-laki yang ideal seperti yang digambarkan media. Satu hal sih yang aku gak suka dari laki-laki ini, sikapnya sombong banget, matanya itu kayak mau makan orang saja.
“Hei.. kamu itu kayak gak punya rasa bersalah ya!” marahnya lagi padaku. Aku pun menundukkan kepala dan dengan lirih berkata, “maaf”. Aku pun melangkahkan kaki lagi sambil membungkuk dan tidak berani untuk menatap matanya yang sadis.
“Sial!! Ini baru hari pertama aku kuliah dan harus bertemu dengan lelaki yang sombong, menyebalkan dan sok!!” aku teruh mengeluh sepanjang hari ini. “Ra, Kira!! Kamu kenapa sih kalau dari tadi cemberut aja! Kamu harusnya itu tersenyum dan ceria, hari ini kan hari pertamamu untuk merasakan jatuh cinta. Jadi, jangan jutek donk. Semua laki ntar pada kabur liat muka kamu yang monyong gitu,” pinta Rea, sahabatku yang paling pengertian sedunia. Dengar kata-kata Rea, raut wajahku dengan seketika langsung cerah ceria kembali. “Ya, benar kata kamu, Re! Kan aku harus tampil cantik dan ceria biar semua laki-laki pada ngelirik aku,”
Tiba-tiba mataku langsung menatap seorang laki-laki yang mengenakan kemeja garis-garis berwarna hitam dan bertubuh tegap sambil mengelus-elus bahu perempuan di sampingnya. “Idih, emangnya ini kampus tempat mesum apa! Dasar laki-laki gak tau sopan santun!!” makiku dalam hati. Merasa diperhatikan, laki-laki itu menatap mataku dengan tajam dan langsung menghampiriku.
“Sini kamu!” ia menyeret tanganku dengan paksa dan mengajakku keluar kelas. Aku tak mau menatapnya, aku terus menundukkan kepala. “Heh!! Kamu ini kenapa sih dari tadi bikin masalah aja sama aku!! Kamu naksir sama aku?!” teriaknya dengan keras. “Amit-amit nih laki-laki, tampang dan badan boleh keren, tapi kelakuan minus banget” aku tak langsung menjawab pertanyaannya. Aku hanya sesekali memandangnya. “Owh, selain gak punya mata ternyata kamu ini gak punya mulut buat bicara juga ya! Mungkin salah pilih jurusan juga kamu!!” kesabaranku ada batasnya.
PLLAAKK!! Tanganku refleks menampar pipinya. “Eh, kamu ini yang gak tau aturan dan gak punya sopan santun! Tadi pagi waktu gak sengaja nabrak kamu, aku udah minta maaf ya! Aku tadi gak sengaja liat kamu gara-gara kelakuanmu yang gak sopan. Memangnya ini tempat dugem apa?! Seenaknya aja kamu mesum di ruang kuliah!” sontak aku melirik kembali ke dalam kelas, sekarang semua orang yang ada di dalam kelas termasuk dosen yang mengajar melihat tingkah kami berdua.
Aku-pun langsung meninggalkannya dan masuk ke dalam kelas lagi. Ia membuntutiku dan langsung mengambil tasnya. “Pak, saya permisi pamit duluan. Permisi, Pak.” pintanya pada dosen yang sedang mengajar. Lalu, ia pergi meninggalkan ruang kelas dan perempuan itu. Aku pun langsung menghela nafas panjang, “Huuuhhhh.. ini hari pertama kebebasanku, malah aku jadi bahan tontonan dan dipermalukan di depan semua mahasiswa di sini,” gerutuku. “Udalah Kirana, tenang aja. Kamu bakalan jadi terkenal kok habis gini. Kamu kelihatan keren banget, pasti banyak laki-laki yang ngajak kenalan sama kamu,” hibur Rea sambil menepuk pundakku.
Ternyata benar dugaan Rea, sekarang semua mahasiswa yang tidak pernah aku kenal langsung mengerubungiku kayak artis saja. “Hei, kamu Kirana Sumargoningrat kan? Kenalin aku Dito,” sapa seorang laki-laki yang punya senyum semanis malaikat ini di depanku. “Iya, aku Kirana. Panggil aja Kira. Maaf ya, teman-teman tadi aku membuat keributan,” teman-teman yang berada di depanku hanya manggut-manggut saja. “Eh, gak usah minta maaf lagi. Tadi kamu keren banget berani nampar Ryan anak seorang pengusaha kertas yang terkenal itu,” ujar salah seorang perempuan yang mempunyai rambut agak curly-ini. WHAT?!! Apa dia bilang tadi? Ryan anak seorang pengusaha kertas! Kalau tidak salah nama Ayahnya kan Bagas Prawiro dan Ibunya Tiara Renata seorang artis dan model yang terkenal itu. “Mampus Kira, mampus! Kamu barusan saja menampar seorang laki-laki yang mempunyai nama di jagad raya ini!!” gumamku sendiri.
Tiba-tiba seorang perempuan berambut lurus dan panjang yang mengenakan rok mini dan pakaian ketat menghampiriku. “Hei dasar perempuan tidak tahu diri kamu ini! Lihat saja hidupmu tidak akan tenang, aku juga gak bisa memprediksi hidupmu akan berapa lama lagi?! Itu karena kesalahan yang telah kamu buat kepada Ryan Prawiro anak dari Tiara Renata!!” ungkap perempuan yang tadi duduk di samping Ryan,  sambil menyibakkan rambutnya yang panjang terurai. 
Badanku langsung lemas seketika, semua impian dan harapan untuk merasakan jatuh cinta langsung pudar dan kelam. “Kira, udalah perkataan perempuan tadi gak usah lah kamu dengarin! Nanti malah kamu kepikiran terus, Ra” ungkap Rea yang dengan setia mau mengantarkanku sampai ke rumah.
***
Seminggu telah berlalu dan laki-laki itu sudah menganggap kejadian yang pernah terjadi hanyalah angin lalu. Mungkin memang itu sifatnya, dia sangat suka mendekati para perempuan yang ada di kampus ini atau dia itu kesepian ya. Argh, masa bodoh. Ngapain juga mikirin laki-laki yang sombong dan tidak punya sopan santun itu.
Seperti biasa, kegiatanku di malam minggu hanya nangkring di depan layar televisi sambil meminum teh susu yang sangat manis dan membuatku bahagia. Beginilah kehidupanku, aku seorang diri di rumah mewah ini. Kedua orangtuaku sangat sibuk dan jarang sekali pulang rumah. Eh, aku tidak seorang diri, ada Bibi yang selalu setia menemaniku juga. Daridulu yang selalu setia menemaniku hanya buku, Bibi dan Rea. Tentunya Rea tidak selalu ada juga buatku, apalagi dia sudah punya pacar. Jadi, setiap malam minggu aku hanya bisa merenungi nasibku yang malang ini di rumah.
Sebenarnya aku punya banyak teman, tapi tidak satupun yang kupercayai. Mereka semua hanya memanfaatkanku agar mendapatkan fasilitas dan kekayaanku ini. Teman-teman yang awalnya kukenal baik hati dan suka jalan bersamaku, ternyata mereka hanya memanfaatkanku untuk mendapatkan traktiran. Kecuali Rea, Reandra Savitri adalah sahabatku yang paling bisa dipercaya dan diandalkan. Dia selalu ada di saat apapun, waktu aku sakit, kesepian bahkan waktu aku mendapatkan menstruasi pertama kalinya. Hanya Rea saja yang paling mengerti aku. Bisa dibilang Rea itu perempuan yang sangat manis dan sedikit manja, banyak laki-laki yang menyukainya. Rea juga sudah sering bergonta ganti pasangan. Pasti ia salah seorang perempuan yang beruntung bisa merasakan cinta. Sedangkan aku? Aku hanya membaca buku dan mengunjungi perpustakaan untuk mempe          rdalam wawasan. Mau bagaimana lagi kalau Papa sudah melarangku untuk pacaran? Percuma kan aku mempunyai rasa yang bernama cinta itu kalau Papa tidak mengijinkanku. Jadi, aku menutup rapat pintu hatiku sejak lama.
Hanya saja sejak hari pertama aku bertemu dengan Ryan, baru kali ini aku merasakan debaran yang tak karuan saat menatapnya pertama kali. Tubuhnya tegap, badannya proposional, alisnya lebat dan tatapannya sangat tajam. Dalam hitungan detik aku menyukai tampangnya itu. Akan tetapi, itu semua langsung luntur seketika tau sikapnya yang sok belagu itu. “Eh, kenapa sekarang aku memikirkannya lagi, ya?” dadaku tiba-tiba berdebar tak karuan.
REA. Tiba-tiba aku ingin menghubungi sahabatku yang satu ini. Yah, ini kan malam minggu. Artinya Rea tidak bisa diganggu gugat. Hari Sabtu adalah milik Rea dan pacarnya. Aku harus bisa menyadari dan memaklumi itu.
“Non Kira, Non. Ada teman Non Kira yang nyariin di depan,” seru Bibi. Hah? Teman Kira malam minggu berkunjung ke rumah? Siapa ya? Tanpa sadar aku langsung membuka pintu dan betapa terkejutnya aku melihat sosok itu di depan pagar sambil memamerkan senyumnya yang sangat lembut dan tatapan mata yang tajam. Untuk beberapa menit aku hanya membisu dan menjadi patung yang diam tak berkutik.
“Hei Kira, dari pertama aku ketemu sama kamu, kamu itu selalu aja nampilin tampang bloon yang gak jelas gitu! Kamu itu manusia kan? Kamu seorang perempuan kan?!! Hellooo Kirana Sumargoningrat!! Kamu masih hidup kan??” dia pun mengguncang badanku.
“Apaan sih kamu itu! Selalu aja ngeselin!!” keluhku padanya. Dia hanya menggelengkan kepala saja. “Kenapa reaksimu selalu seperti itu? Aku itu lagi bicara sama kamu, eh kamunya malah diam saja. Tiba-tiba nyerocos dengan jutek banget. Mau kamu itu apa, Kirana?” tanyanya sambil memandangku dekat sekali. Sontak tanganku langsung mendorong badannya, “Hush, laki-laki mesum jangan seenaknya aja ya deketin aku!! Memangnya aku kayak perempuan-perempuan yang di kampus apa, yang gak berdaya kamu sentuh dan kamu dekatin seenak hati,” dia hanya melirikku dan tertawa terbahak-bahak.
“Dasar perempuan yang gak laku, pantesan malam minggu di rumah aja!” ia malah membalasku dengan gurauan yang sebenarnya menohok hatiku. Dekat aja enggak, eh malah seenaknya sok bercandaan sama aku. Maunya laki-laki ini apa sih?!
“Kamu itu ngapain ke rumahku?” tanpa sadar kita masih berbicara di depan pagar. Aku tak menyuruhnya masuk, karena aku takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Apalagi lihat tingkahnya yang kurang sopan sama perempuan. “Hmm.. ya aku pengen tau aja, kamu itu sebenarnya perempuan dari planet mana, karena tingkahmu itu gak kayak perempuan lainnya. Kan kamu tau sendiri kalau perempuan lainnya itu selalu terpikat dengan pesona seoran Ryan Prawiro,” dengan PD-nya dia memuju diri sendiri. “Hidih, pesonamu itu emang menyesatkan bukan memikat hati perempuan,” aku masih jutek menanggapi Ryan yang berbicara dengan sok dan sombong.
Tanpa terasa kita berbicara di depan pagar sudah sejam lebih. Kakiku mulai terasa capek berdiri terus. Eh, tapi si Ryan kayaknya masih semangat 45 berdiri di depan pagar. Dia pun sadar kalau kakiku mulai capek. Seperti kejadian pertama kali di kampus, dia langsung merasa kalau aku menatapnya. “Kamu capek ya, Ra? Makanya kalau ada tamu itu ya diajak masuk gitu. Kan kita bisa ngobrol-ngobrol sambil santai di dalam,” pintanya. “Enak aja kamu ini, kamu kan laki-laki yang gak aku kenal. Masak aku langsung masukin kamu ke dalam rumah. Lagian, di rumahku gak ada orangtua. Bisa-bisa gawat kalau aku ngajak kamu ke dalam rumahku yang sepi. Tingkahmu itu kan gak bisa dipercaya!!” cerocosku pada Ryan. Dia malah terbahak-bahak kalau aku sudah nyerocos panjang lebar. “Ya sudah, yuk kita makan yuk!! Aku udah lapar nih. Ini juga udah jam 8 lewat. Kamu pasti belum makan kan?” tebaknya sendiri. Ini laki-laki emang enggak tau sopan santun sama sekali, langsung main tarik tangan orang. “Sebentar donk, Yan. Aku harus ganti baju dan pamitan sama Bibi. Aku juga belum ijin Papa tau,” tanpa babibubebo dia langsung menyeretku ke dalam mobil.
Sepanjang perjalanan bersama dengan Ryan di dalam mobil, dadaku berdebar-debar terus. Kayak naik jetcoaster gitu. Mungkin ini yang pernah dibilang Rea, ya? Kalau kamu suka sama seseorang, nanti jantungmu kayak mau copot dan sesak nafas, lalu kamu akan menatapnya terus-terusan. Wow!! Rea benar!! Tanpa sadar aku terus memandangi Ryan. Seorang laki-laki pertama yang mengajakku keluar di malam minggu kali ini. Dia memang sangat tampan, aku akui itu. Wajahnya mirip Tiara Renata, cuma ini versi laki-lakinya. Kadang ia kelihatan sangat cool, kadang ia juga kelihatan sangat lembut. Tatapan matanya itu yang bisa menunjukkannya.
“Kamu ngapain sih dari tadi ngeliatin aku terus?! Kamu mulai terpesona ya sama wajahku yang kayak Aston Kutcher ini?” aku langsung menggelengkan kepala. “Idih, Aston Kutcher. Jauh amat deh. Aku ngeliatin kamu, soalnya aku penasaran kamu ini laki-laki dari planet mana sih? Kadang bisa judes kayak iblis, kadang bisa perhatian kayak malaikat. Apalagi kamu kok tiba-tiba aja bisa nonggol di rumahku? Padahal selama seminggu setelah kejadian itu, kamu gak pernah nyapa aku sekali pun di kampus,” tanyaku penasaran sekaligus modus untuk ngakalin bahwa aku melihatnya karena, wajahnya yang keren itu. “Dengar ya, aku itu dari planet Mars dan aku laki-laki tertampan sejagad raya ini. Jadi, jangan salahkan aku kalau kamu mulai terpesona dengan kegantenganku ini. Eh, seharus  nya aku yang penasaran sama kamu, kamu itu aneh banget. Kalau di kampus sok manis, eh kalau udah ketemu gini nyerocos gak karuan. Cerewet banget!” dasar Ryan, selalu saja membanggakan dirinya sendiri. Sebel aku. Aku langsung memalingkan wajah ke arah jendela. Tanpa sengaja, ia langsung mengusap lembut kepalaku. “Jangan cemberut gitu donk, Kirana! Kalau cemberut makin jelek deh!” deg deg deg deg!! Mampus jantungku mau copot?! Aku harus ke rumah sakit segera!!
Aku sempat terkejut ketika mobil Ryan berhenti di sebuah warung makan pinggir jalan. Aku pikir dia bakalan ngajak aku ke restoran ternama, karena dari tampang Ryan dia sangat terlihat high class. “Ayo, turun!” lagi-lagi Ryan membuat kejutan, ia membuka pintu mobil dan menarik tanganku untuk segera keluar dari mobil. “Iya iya, sabar donk Yan. Kamu kelaparan banget ya!” aku pun tertawa ketika melihat tampang Ryan yang kelaparan.
Ryan pun memesan bakmie goreng untuk kami berdua. Ia terlihat lahap sekali menyantap makanannya. “Kamu suka banget ya makan di sini,” aku melirik kearahnya yang sedang berkonsentrasi melahap bakmie hingga habis tak bersisa. “Hah, afa afa? Hiya hiya” ia berkata-kata sambil menguyah makanan. “Kamu lucu banget sih!” tanpa sadar aku melontarkan kalimat tersebut dan tersenyum. Ia pun membalas senyumanku sambil melanjutkan makannya.
Ternyata Ryan lucu dan baik banget ya kalau tingkah dan perhatiannya kayak malam ini. Dia itu penuh kejutan. Tidak seperti yang dikatakan teman-teman kalau Ryan itu anak yang sangat nakal dan susah diatur. Aku penasaran dengan pernyataan teman-teman tersebut, lalu tak sengaja aku bertanya padanya. “Yan, kamu itu kenapa sih kadang keliatan jutek dan serem banget?” tanyaku. Ia langsung terdiam dan menghela nafas. “Kamu mau tau, Ra?” sambil memainkan alis matanya dengan menggoda dan tersenyum simpul padaku. “Argh.. jangan buat aku jatuh cinta kepada kamu, Ryan!” omelku dalam hati. “Gini ya Kirana yang jayus dan aneh sejagad raya ini. Aku itu malas kalau sok perhatian kepada mereka semua, lagian gak ada yang merhatiin aku kok! Para perempuan genit itu mendekatiku karena, mereka ingin tenar. Mereka kan tau kalau Papaku seorang pengusaha ternama dan Mamaku seorang artis yang lagi naik daun. Makanya, aku gak berani dekatin mereka lebih akrab lagi. Dulu juga aku sudah punya sahabat yang dekat sekali, eh ternyata dia juga manfaatin aku. Mantanku juga gitu, dia jadian dengan hanya ingin populer dan memanfaatkan kekayaanku. Selain itu ya Ra, kedua orangtuaku juga jarang pulang ke rumah. Mereka pun memanjakanku dengan berbagai fasilitas dan memberikanku kebebasan sebebas-bebasnya. Ya, jadi begini ini aku sekarang,” curhatnya dengan serius padaku.
 Aku tidak pernah menyangka bahwa, seorang Ryan Prawiro ini juga mempunyai kisah hidup yang hampir sama denganku. Kedua orangtuaku juga jarang mencurahkan perhatiannya pada anaknya yang semata wayang ini. Untungnya, kedua orangtuaku selalu mengawasi dan sangat protektif padaku. Mereka ingin aku sukses dan bisa mandiri di kemudian hari tanpa embel-embel generasi keluarga Sumargoningrat ini. “Hmm.. kalau dipikir-pikir, kita itu punya kehidupan yang sama, Yan. Papa dan Mamaku jarang pulang, aku sendirian di rumah sama Bibi. Tidak punya saudara satu pun. Sedangkan kamu masih punya saudara yang bisa diajak cerita. Hanya saja Mama dan Papaku selalu mengawasiku, mulai dari pelajaran dan hobiku. Makanya, dari aku sekolah SD hingga SMA aku gak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Mereka baru mengijinkanku, ketika aku kuliah ini. Tentunya hanya sebatas jatuh cinta dan pacaran yang biasa saja,” tatapan mata Ryan memancarkan kesedihan dan kesepian. Dengan refleks, aku menepuk bahunya dan mengusap dengan lembut. “
Hei, masih ada aku di sini yang bisa jadi sahabatmu, Ryan Prawiro” seruku pada Ryan yang masih tertunduk lesu. Tiba-tiba Ryan langsung menatapku dan memegang erat tanganku. Genggaman tangan Ryan begitu erat, hingga aku bisa merasakan detak jantungnya dan kehangatan tangannya yang begitu kuat. “Jadi, ini toh yang namanya cinta,” aku hanya manggut-manggut sendiri.
“Kirana, makasih ya udah mau nemenin aku makan walaupun di pinggir jalan. Ternyata kamu bukan tipe perempuan yang sukanya makan-makanan mewah di restoran. Selain itu aku lega, karena aku bisa kenal dan cerita ke kamu tentang masalahku. Sekali lagi makasih ya,” ia menarik kedua tanganku dan aku bisa merasakan kedua tangannya memelukku dengan erat. Hangat dan nyaman sekali rasanya. Tiba-tiba aku melepaskan pelukan itu, Ryan hanya tertawa simpul dan mengusap lembut kepalaku. “Sampai ketemu besok ya, Kirana” aku pun membalasnya dengan anggukan dan senyuman.
***
Sedari tadi hatiku berdegup dengan kencang dan pikiranku melayang kemana-mana. Seakan-akan ada banyak bunga yang bertaburan di sekelilingku. Aku senang, ya Tuhan. Terimakasih atas rasa yang dinamakan cinta ini. “Non Kira, ayo sarapan Non,” Bibi membuyarkan lamunku. “Hehehe.. iya Bi. Kira habis gini sarapan kok, langsung Kira habiskan semua masakan Bibi hari ini,” jawabku dengan penuh kegirangan. “Non Kira pasti lagi jatuh cinta ya sama laki-laki yang tadi malam jemput Non Kira? Non, Bibi cuma bisa nitip pesan ke Non Kirana, kalau kita lagi jatuh cinta itu kita harus siap untuk jatuh dan mencinta. Jadi, Non Kira harus siap-siap untuk jatuh, meskipun itu menyakitkan. Non Kira harus kuat dan tabah menghadapinya ya,” pesan Bibi padaku. “Beres Bi. Kirana bakal hati-hati untuk jatuh cinta agar tidak jatuh, tapi mencinta saja hingga terbang bebas ke angkasa,” Bibi yang mendengarkan perkataanku langsung menggelengkan kepalanya. “Dasar manusia kalau sudah jatuh cinta ya gitu itu, lupa akan segalanya dan logika,” Bibi mengutarakan sesuatu. “Apa Bi? Kira gak dengar Bi” pintaku pada Bibi untuk mengulang perkataannya. “Ah, gak apa-apa Non Kira. Ayo sudah mau jam 8. Bukan-nya Non Kira masuk kuliah jam 9?!!” Bibipun menyadarkan lamunku. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buah dari Sebuah Ketaatan Graha Bethany Nginden On Story

“Kita harus senantiasa membutuhkan Tuhan dalam berbagai keadaan baik dalam keadaan sukses maupun saat mengalami pergumulan, karena itu merupakan kerinduan Tuhan agar umatNya membutuhkan Dia. Oleh kemurahan Tuhan sehingga sampai saat ini saya masih melayani Tuhan.” dalam Khotbah Pdt. Abraham Alex Tanuseputra  bulan Maret. Bethany Church of God berawal di jalan Manyar Sindharu II/4 (sekarang bernama Manyar Rejo) pada tahun 1977 dan ibadah dilakukan di dalam sebuah garasi rumah serta memiliki jemaat mula-mula kurang lebih tujuh orang. “Perkembangan jemaat sangat pesat, hingga mencapai ratusan dalam waktu satu tahun saja. Lalu, Pdt. Abraham Alex Tanuseputra pun memutuskan untuk mendirikan tempat ibadah di Manyar Rejo I/29 yang saat ini bernama Bethany Manyar,” papar Pdt. Alexander Yunus Irwantono selaku kesekretariatan Graha Bethany Nginden. Pada 24 Desember 2011 lalu, Pdt. Aswin Tanuseputra memberikan kesaksian mengenai Kebesaran Tuhan dalam keluargaNya. “Andreas Tanuseputra adalah adi

Keharmonisan dalam Sebuah Perbedaan

[Photobooth at Our Wedding Day]             Kisah ini tidak-lah mudah dan mulus seperti yang telah kalian semua lihat dan bayangkan. Tepat setahun lalu 01 Oktober 2016, kami berdua mengikrarkan janji suci, sehidup semati di hadapan Altar Kudus-Mu, Tuhan. Namun, dibalik itu semua ada sebuah perjuangan, pengorbanan, tangisan dan tawa dalam perjalanan cinta murni dan tulus antara diriku dan dirinya.             Kami berdua tidak pernah menduga sebelumnya bahwa banyaknya perbedaan yang ada malah menjadikan kami lebih kuat dan lebih yakin untuk menjalani perjalanan cinta ini. Padahal jika dipikir-pikir lagi perbedaan kami tidaklah satu saja, ada A B C dan D. Ada empat perbedaan mendasar dalam hubungan ini. Banyak pihak yang tidak menyetujui hubungan ini. Dua belah pihak keluarga besar pun sangat menentang hubungan ini. Padahal kekuatan cinta kami begitu besar, namun mengapa mereka tidak percaya dan menentangnya? Ya.. namanya juga orangtua pasti mau yang terbaik bagi anak mereka.

KENIKMATAN DUNIAWI VS KEHIDUPAN KEKAL

Hidup ini begitu manis dan indah untuk dijalani. Adapun kenikmatan duniawi yang sering menggoda kita sebagai manusia yang ingin mencoba segala hal. Begitu nikmat kita rasakan, hingga tak menyadari kita telah berbuat dosa. Tak ada dosa kecil maupun dosa besar, semua dosa sama di mata Tuhan. Seringkali kita merasa kita tak pernah berbuat salah, kita rajin doa, rajin ke gereja, menolong sesama dan beramal. Tapi, tanpa kita sadari. Kita pun pernah jatuh dalam dosa. Saat ingin menolong sesama, kita selalu melakukannya dihadapan orang lain. Agar, kita mendapat pujian. Kita berdoa, tapi malah marah-marah, mengeluh pada Tuhan, minta ini dan itu. Coba kita renungkan Efesus 5:3-5. ”..Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosomg atau yang sembrono- karena hal-hal ini tidak pantas- tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur..” Sekalipun kita berkata-kata kotor dalam hati, Tuhan sudah mengetahuinya. Segala sesuatu yang tersembunyi akan terlihat oleh Tuhan. Efesus 5:17 ”Sebab itu janganlah kamu bodoh,