“Kita harus
senantiasa membutuhkan Tuhan dalam berbagai keadaan baik dalam keadaan sukses
maupun saat mengalami pergumulan, karena itu merupakan kerinduan Tuhan agar
umatNya membutuhkan Dia. Oleh kemurahan Tuhan sehingga sampai saat ini saya
masih melayani Tuhan.” dalam Khotbah Pdt. Abraham Alex Tanuseputra bulan Maret.
Bethany Church of God berawal di jalan Manyar Sindharu II/4 (sekarang bernama Manyar Rejo) pada tahun 1977 dan ibadah dilakukan di dalam sebuah garasi rumah serta memiliki jemaat mula-mula kurang lebih tujuh orang. “Perkembangan jemaat sangat pesat, hingga mencapai ratusan dalam waktu satu tahun saja. Lalu, Pdt. Abraham Alex Tanuseputra pun memutuskan untuk mendirikan tempat ibadah di Manyar Rejo I/29 yang saat ini bernama Bethany Manyar,” papar Pdt. Alexander Yunus Irwantono selaku kesekretariatan Graha Bethany Nginden.
Pada 24 Desember 2011 lalu, Pdt. Aswin Tanuseputra memberikan kesaksian mengenai Kebesaran Tuhan dalam keluargaNya. “Andreas Tanuseputra adalah adik saya, sejak tahun 1975 ia selalu dirundung penyakit dengan kondisi kaki yang lemah hingga tidak kuat untuk berjalan. Ayah saya, Pdt. Abraham Alex Tanuseputra selalu berdoa tiada henti untuk kondisi adik saya. Kemudian, ketika Tuhan berbicara untuk kami sekeluarga pindah dari Mojokerto ke Surabaya, semula keluarga kami menolak. Lantas kesembuhan Andrew perlahan menjadi tidak bisa jalan lagi. Setelah itu, ayah saya membahas mengenai kepindahan ini dengan mama dan kakak perempuan saya. Akhirnya, dengan keputusan itulah membuat Andrew bisa berjalan dan memang pindah ke Surabaya merupakan kota pilihan Allah,” paparnya dalam memberikan kesaksian di malam Natal tahun lalu.
Keputusan yang tepat serta taat dalam setiap proses bersama dengan Tuhan, prinsip itulah yang selalu dipegang Pdt. Abraham Alex Tanuseputra dalam mengikuti rencana Tuhan. Hingga saatnya tiba, ia pun membangun Graha Bethany Nginden yang berkapasitas kurang lebih 20.000 jemaat sekali kebaktian. “Allah mempercayakan saya untuk membangun Bethany Nginden. Dalam pembangunan gereja Bethany Nginden saya mengalami berbagai pergumulan,” jelas Pdt. Abraham Alex Tanuseputra dalam khotbahnya pada bulan Maret lalu.
Dengan membawa pergumulan dan hati yang mau taat, Pdt. Abraham Alex Tanuseputra pun mulai membangun Graha Bethany Nginden pada tahun 1987. Graha Bethany Nginden tidak lantas berdiri kokoh dengan pengerjaan yang tidak ada kendala sama sekali. “Selama 13 tahun proses pengerjaan Bethany Nginden dari 1987 hingga tahun 2000, ada beberapa kendala yang sempat menghambat pembangunan. Misalnya, lingkungan sekitar yang sulit menerima mendirikan tempat ibadah, keuangan, hingga sempat mencari pinjaman dari bank untuk menutupi biaya pembangunan.” jelas Pdt. Alexander Yunus Irwantono yang setia dalam pelayanan di Bethany sejak tahun 1983 hingga saat ini.
Pada tahun 2000 ketika Graha Bethany Nginden telah selesai dibangun. Saat pembukaan soft openingnya pun bersamaan dengan Seminar Pelipatgandaan Gereja Internasional (SPGI). Tidak hanya itu saja, pada tahun ini juga diadakan sidang sinode GBI yang meminta GBI Bethany mengubah namanya menjadi Bethany. Pembangunan Graha Bethany Nginden tidak berhenti di tahun 2000 saja, pada tahun berikutnya Graha Bethany Nginden pun terus melakukan renovasi. Ketika pembukaan Graha Bethany Nginden di tahun 2000 jemaat mula-mula sekitar 6.500 hingga 7.000 jemaat. Di tahun 2012 saat ini, jemaat Graha Bethany Nginden ada sekitar 15.000 jemaat. “Jemaat yang sudah mencapai 15.000, itu masih belum seberapa. Masih terbilang sedikit jika dibanding dengan gereja luar yang lainnya,” tutur lelaki kelahiran 1972 ini.
Pada tahun 2003 tepatnya 17 Januari, Bethany telah resmi lepas dari sinode GBI dan akhirnya menjadi sinode Gereja Bethany Indonesia dengan ketua sinode Pdt. Ir. Leonard Limato, M.A. Tetapi pada saat itu, Pdt. Abraham Alex Tanuseputra masih berdiri di sinode Gereja Bethel Indonesia. Tak lama kemudian pada bulan Juli, Pdt. Abraham Alex Tanuseputra pun secara resmi keluar dari sinode Gereja Bethel Indonesia, karena akhirnya bergabung dalam sinode Gereja Bethany Indonesia. Kemudian pada tanggal 16-18 September 2003 digelar sidang raya sinode I Gereja Bethany Indonesia di Graha Bethany Nginden Surabaya yang memutuskan bahwa, Pdt. Abraham alex Tanuseputra sebagai ketua umum sinode dan Pdt. Zacharia Freddy Riva sebagai sekretaris umum sinode. Pentahbisan pun digelar sehari kemudian, pada tanggal 19 September 2003 yang bertempat di Bethany Pusat yaitu Graha Bethany Nginden.
Pdt. Abraham Alex Tanuseputra menjelaskan, posisi pujian dan penyembahan yang berada pada mezbah dupa menunjukkan lokasi paling dekat dengan peti perjanjian. Tak ada lagi tirai yang membatasi mezbah dupa dengan peti tabut perjanjian. “Karena itu, sebagaimana mezbah dupa itu harus terus menyala, maka pujian dan penyembahan kita juga harus terus hidup selama 24 jam dalam sehari,” tegasnya.
Graha Bethany Nginden di Surabaya merupakan Gereja Bethany Pusat dan selalu menjadi jujukan para jemaat untuk beribadah serta mengadakan seminar maupun doa fajar dan menara doa serta konser pujian penyembahan. Sejak tahun 1990 musik mulai ekspresif dan di tahun 2000 Bethany Nginden mulai melakukan pujian penyembahan lewat multimedia, yang kala itu sedang gencar-gencarnya. Graha Bethany Nginden pun menjadi pelopor dalam pujian penyembahan lewat multimedia. “Bethany merupakan pelopor dalam pujian penyembahan lewat multimedia yang sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2000 di Bethany Manyar. Bethany adalah salah satu gereja yang membawa perubahan pelayanan pujian penyembahan dan hal tersebut diikuti oleh gereja lainnya,” jelas Pdm. Johanes Isaiah Prawirogo yang sudah melayani di Bethany sejak 1995 lalu.
Sejak 2003 pujian penyembahan di Graha Bethany Nginden telah menggunakan multimedia. “Awalnya kita menggunakan LCD, beberapa saat kemudian gereja lain juga menyusul mengenakan LCD untuk pujian penyembahan. Sekarang ini LED, kemudian yang lain juga mengikutinya. Jadi, Bethany merupakan pelopor dalam hal pujian penyembahan lewat multimedia.” ungkap Pdt. Alexander Yunus Irwantono. Hingga saat ini pun, pujian penyembahan terus bergema dan selalu mendominasi di berbagai kegiatan beribadah, ibadah raya maupun doa di Graha Bethany Nginden.
Doa Fajar
Di tahun 2000 sejak diresmikannya Graha Bethany Nginden, kegiatan beribadah selain di hari Minggu tentunya, juga ada kegiatan beribadah yang diadakan di setiap sabtu pagi tepatnya saat fajar pukul 03.00 yaitu doa fajar. Dalam doa fajar ini diawali dengan pengurapan minyak oleh Gembala Sidang Bethany yaitu Pdt. Abraham Alex Tanuseputra, yang juga selalu menyampaikan khotbah saat doa fajar. Tidak terlupakan pula adanya pujian penyembahan dan terus menerus para jemaat mengalir dalam doa secara intim dengan Tuhan serta menggunakan bahasa Roh. “Awal mula Graha Bethany Nginden ini diresmikan, seluruh kegiatan beribadah termasuk menara doa, doa fajar dan doa malam serta baptisan sudah ada, meski jemaat masih tergolong sedikit,” cerita Pdt. Alexander Yunus Irwantono yang juga pernah pelayanan di bidang dewasa muda ini.
Doa fajar ini memang sejak awal dibukanya Graha Bethany Nginden sudah ada dan telah dilakukan walaupun jemaat yang mengikutinya hanya sekitar 30-35 orang saja di tiap sabtunya. Awalnya doa fajar ini diadakan di Multipurpose C yang hanya menampung 750 orang saja. Pdt. Abraham Alex Tanuseputra pun pernah berkhotbah dan mengatakan bahwa, “Saya yakin, jumlah jemaat yang mengikuti doa fajar akan meningkat,” terangnya. Pernyataan tersebut pun terbukti, beberapa tahun kemudian doa fajar pun mengalami peningkatan drastis dan akhirnya menggunakan ruang utama (main hall) di Graha Bethany Nginden.
Pemindahan tempat doa fajar sejak Desember 2011 lalu, diikuti dengan perkembangan jemaat yang mengikuti doa fajar kian bertambah. Menariknya yang datang tidak hanya para pekerja maupun orang tua saja, tetapi anak-anak dan pelajar pun juga datang. Para pelajar datang dengan mengenakan seragam lengkap, karena setelah mengikuti doa pagi dan mendapat pengurapan dari Gembala Sidang, mereka akan langsung berangkat ke Sekolah masing-masing.
Graha Bethany Nginden memang sebuah wujud nyata dari proses selama tiga belas tahun yang telah Pdt. Abraham Alex Tanuseputra lewati dalam pergumulannya. Hingga saat ini kuasa Tuhan tampak dalam berbagai kegiatan beribadah yang dilakukan di Graha Bethany Nginden, seperti doa fajar maupun pujian penyembahannya. Selain itu, Graha Bethany Nginden adalah salah satu gereja yang menjadi bukti ketaatan Pdt. Abraham Alex Tanuseputra kepada Tuhan. [rosalia]
Bethany Church of God berawal di jalan Manyar Sindharu II/4 (sekarang bernama Manyar Rejo) pada tahun 1977 dan ibadah dilakukan di dalam sebuah garasi rumah serta memiliki jemaat mula-mula kurang lebih tujuh orang. “Perkembangan jemaat sangat pesat, hingga mencapai ratusan dalam waktu satu tahun saja. Lalu, Pdt. Abraham Alex Tanuseputra pun memutuskan untuk mendirikan tempat ibadah di Manyar Rejo I/29 yang saat ini bernama Bethany Manyar,” papar Pdt. Alexander Yunus Irwantono selaku kesekretariatan Graha Bethany Nginden.
Pada 24 Desember 2011 lalu, Pdt. Aswin Tanuseputra memberikan kesaksian mengenai Kebesaran Tuhan dalam keluargaNya. “Andreas Tanuseputra adalah adik saya, sejak tahun 1975 ia selalu dirundung penyakit dengan kondisi kaki yang lemah hingga tidak kuat untuk berjalan. Ayah saya, Pdt. Abraham Alex Tanuseputra selalu berdoa tiada henti untuk kondisi adik saya. Kemudian, ketika Tuhan berbicara untuk kami sekeluarga pindah dari Mojokerto ke Surabaya, semula keluarga kami menolak. Lantas kesembuhan Andrew perlahan menjadi tidak bisa jalan lagi. Setelah itu, ayah saya membahas mengenai kepindahan ini dengan mama dan kakak perempuan saya. Akhirnya, dengan keputusan itulah membuat Andrew bisa berjalan dan memang pindah ke Surabaya merupakan kota pilihan Allah,” paparnya dalam memberikan kesaksian di malam Natal tahun lalu.
Keputusan yang tepat serta taat dalam setiap proses bersama dengan Tuhan, prinsip itulah yang selalu dipegang Pdt. Abraham Alex Tanuseputra dalam mengikuti rencana Tuhan. Hingga saatnya tiba, ia pun membangun Graha Bethany Nginden yang berkapasitas kurang lebih 20.000 jemaat sekali kebaktian. “Allah mempercayakan saya untuk membangun Bethany Nginden. Dalam pembangunan gereja Bethany Nginden saya mengalami berbagai pergumulan,” jelas Pdt. Abraham Alex Tanuseputra dalam khotbahnya pada bulan Maret lalu.
Dengan membawa pergumulan dan hati yang mau taat, Pdt. Abraham Alex Tanuseputra pun mulai membangun Graha Bethany Nginden pada tahun 1987. Graha Bethany Nginden tidak lantas berdiri kokoh dengan pengerjaan yang tidak ada kendala sama sekali. “Selama 13 tahun proses pengerjaan Bethany Nginden dari 1987 hingga tahun 2000, ada beberapa kendala yang sempat menghambat pembangunan. Misalnya, lingkungan sekitar yang sulit menerima mendirikan tempat ibadah, keuangan, hingga sempat mencari pinjaman dari bank untuk menutupi biaya pembangunan.” jelas Pdt. Alexander Yunus Irwantono yang setia dalam pelayanan di Bethany sejak tahun 1983 hingga saat ini.
Pada tahun 2000 ketika Graha Bethany Nginden telah selesai dibangun. Saat pembukaan soft openingnya pun bersamaan dengan Seminar Pelipatgandaan Gereja Internasional (SPGI). Tidak hanya itu saja, pada tahun ini juga diadakan sidang sinode GBI yang meminta GBI Bethany mengubah namanya menjadi Bethany. Pembangunan Graha Bethany Nginden tidak berhenti di tahun 2000 saja, pada tahun berikutnya Graha Bethany Nginden pun terus melakukan renovasi. Ketika pembukaan Graha Bethany Nginden di tahun 2000 jemaat mula-mula sekitar 6.500 hingga 7.000 jemaat. Di tahun 2012 saat ini, jemaat Graha Bethany Nginden ada sekitar 15.000 jemaat. “Jemaat yang sudah mencapai 15.000, itu masih belum seberapa. Masih terbilang sedikit jika dibanding dengan gereja luar yang lainnya,” tutur lelaki kelahiran 1972 ini.
Pada tahun 2003 tepatnya 17 Januari, Bethany telah resmi lepas dari sinode GBI dan akhirnya menjadi sinode Gereja Bethany Indonesia dengan ketua sinode Pdt. Ir. Leonard Limato, M.A. Tetapi pada saat itu, Pdt. Abraham Alex Tanuseputra masih berdiri di sinode Gereja Bethel Indonesia. Tak lama kemudian pada bulan Juli, Pdt. Abraham Alex Tanuseputra pun secara resmi keluar dari sinode Gereja Bethel Indonesia, karena akhirnya bergabung dalam sinode Gereja Bethany Indonesia. Kemudian pada tanggal 16-18 September 2003 digelar sidang raya sinode I Gereja Bethany Indonesia di Graha Bethany Nginden Surabaya yang memutuskan bahwa, Pdt. Abraham alex Tanuseputra sebagai ketua umum sinode dan Pdt. Zacharia Freddy Riva sebagai sekretaris umum sinode. Pentahbisan pun digelar sehari kemudian, pada tanggal 19 September 2003 yang bertempat di Bethany Pusat yaitu Graha Bethany Nginden.
Pujian Penyembahan lewat Multimedia
Pujian penyembahan harus tetap
menyala 24 jam, itulah sepenggal pernyataan dalam warta Bethany bulan Desember
2004. “Bicara
soal pujian dan penyembahan dalam sejarah di Indonesia, nama Gereja Bethany
Indonesia niscaya selalu disebut. Setiap hamba Tuhan pun paham kalau Gereja
Bethany Indonesia merupakan gereja yang kali pertama menjadi trendsetter praise and worship di negeri
ini. Termasuk saat berbagai piranti musik modern masih dianggap tak layak
digunakan sebagai instrumen dalam ibadah. Saat corak kebaktian yang rancak
dianggap tak layak ditampilkan sebagai persembahan kepada Sang Raja.”
penjelasan Pdt. Abraham Alex Tanuseputra dalam warta Bethany.Pdt. Abraham Alex Tanuseputra menjelaskan, posisi pujian dan penyembahan yang berada pada mezbah dupa menunjukkan lokasi paling dekat dengan peti perjanjian. Tak ada lagi tirai yang membatasi mezbah dupa dengan peti tabut perjanjian. “Karena itu, sebagaimana mezbah dupa itu harus terus menyala, maka pujian dan penyembahan kita juga harus terus hidup selama 24 jam dalam sehari,” tegasnya.
Graha Bethany Nginden di Surabaya merupakan Gereja Bethany Pusat dan selalu menjadi jujukan para jemaat untuk beribadah serta mengadakan seminar maupun doa fajar dan menara doa serta konser pujian penyembahan. Sejak tahun 1990 musik mulai ekspresif dan di tahun 2000 Bethany Nginden mulai melakukan pujian penyembahan lewat multimedia, yang kala itu sedang gencar-gencarnya. Graha Bethany Nginden pun menjadi pelopor dalam pujian penyembahan lewat multimedia. “Bethany merupakan pelopor dalam pujian penyembahan lewat multimedia yang sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2000 di Bethany Manyar. Bethany adalah salah satu gereja yang membawa perubahan pelayanan pujian penyembahan dan hal tersebut diikuti oleh gereja lainnya,” jelas Pdm. Johanes Isaiah Prawirogo yang sudah melayani di Bethany sejak 1995 lalu.
Sejak 2003 pujian penyembahan di Graha Bethany Nginden telah menggunakan multimedia. “Awalnya kita menggunakan LCD, beberapa saat kemudian gereja lain juga menyusul mengenakan LCD untuk pujian penyembahan. Sekarang ini LED, kemudian yang lain juga mengikutinya. Jadi, Bethany merupakan pelopor dalam hal pujian penyembahan lewat multimedia.” ungkap Pdt. Alexander Yunus Irwantono. Hingga saat ini pun, pujian penyembahan terus bergema dan selalu mendominasi di berbagai kegiatan beribadah, ibadah raya maupun doa di Graha Bethany Nginden.
Doa Fajar
Di tahun 2000 sejak diresmikannya Graha Bethany Nginden, kegiatan beribadah selain di hari Minggu tentunya, juga ada kegiatan beribadah yang diadakan di setiap sabtu pagi tepatnya saat fajar pukul 03.00 yaitu doa fajar. Dalam doa fajar ini diawali dengan pengurapan minyak oleh Gembala Sidang Bethany yaitu Pdt. Abraham Alex Tanuseputra, yang juga selalu menyampaikan khotbah saat doa fajar. Tidak terlupakan pula adanya pujian penyembahan dan terus menerus para jemaat mengalir dalam doa secara intim dengan Tuhan serta menggunakan bahasa Roh. “Awal mula Graha Bethany Nginden ini diresmikan, seluruh kegiatan beribadah termasuk menara doa, doa fajar dan doa malam serta baptisan sudah ada, meski jemaat masih tergolong sedikit,” cerita Pdt. Alexander Yunus Irwantono yang juga pernah pelayanan di bidang dewasa muda ini.
Doa fajar ini memang sejak awal dibukanya Graha Bethany Nginden sudah ada dan telah dilakukan walaupun jemaat yang mengikutinya hanya sekitar 30-35 orang saja di tiap sabtunya. Awalnya doa fajar ini diadakan di Multipurpose C yang hanya menampung 750 orang saja. Pdt. Abraham Alex Tanuseputra pun pernah berkhotbah dan mengatakan bahwa, “Saya yakin, jumlah jemaat yang mengikuti doa fajar akan meningkat,” terangnya. Pernyataan tersebut pun terbukti, beberapa tahun kemudian doa fajar pun mengalami peningkatan drastis dan akhirnya menggunakan ruang utama (main hall) di Graha Bethany Nginden.
Pemindahan tempat doa fajar sejak Desember 2011 lalu, diikuti dengan perkembangan jemaat yang mengikuti doa fajar kian bertambah. Menariknya yang datang tidak hanya para pekerja maupun orang tua saja, tetapi anak-anak dan pelajar pun juga datang. Para pelajar datang dengan mengenakan seragam lengkap, karena setelah mengikuti doa pagi dan mendapat pengurapan dari Gembala Sidang, mereka akan langsung berangkat ke Sekolah masing-masing.
Graha Bethany Nginden memang sebuah wujud nyata dari proses selama tiga belas tahun yang telah Pdt. Abraham Alex Tanuseputra lewati dalam pergumulannya. Hingga saat ini kuasa Tuhan tampak dalam berbagai kegiatan beribadah yang dilakukan di Graha Bethany Nginden, seperti doa fajar maupun pujian penyembahannya. Selain itu, Graha Bethany Nginden adalah salah satu gereja yang menjadi bukti ketaatan Pdt. Abraham Alex Tanuseputra kepada Tuhan. [rosalia]
Komentar
Posting Komentar