Kubagikan
kisahku ini yang sebenarnya telah lama kusimpan rapat-rapat dan kubuang
jauh-jauh dari kehidupanku saat ini. Tepatnya tujuh tahun silam, aku menjalin
sebuah hubungan dengan seorang pria yang bagiku hanya dialah satu-satunya,
untuk yang pertama dan terakhir kalinya. Aku begitu mencintainya,
mempercayainya dan tulus ingin menjalani sisa hidupku dengannya. Terdengar begitu
klise-kan atau malah terdengar begitu
bullshit. Ya.. ini bukan-lah sebuah
kisah bohongan atau rekayasa yang sengaja kutuliskan agar kalian semua menaruh
simpati padaku.
Kala itu
aku masih mengenakan seragam putih abu-abu, ya.. aku masih SMA. Kisah asmaraku
begitu minim pengalaman dibandingkan teman-temanku yang lain. Maklum saat itu
aku masih malu dan minder akan fisikku yang tidaklah menarik dengan kebanyakan
perempuan. Aku mengenalnya pun hanya lewat sebuah chattingan saja. Entah mengapa dipertemuan pertama, aku sedikit
tertarik dengannya. Sosoknya yang tinggi, murah senyum dan tidak terlalu
cerewet atau terkesan agak cool membuatku
mulai suka dengannya.
Lambat
laun, kami berdua pun jadian dan menjalani hubungan layaknya orang pacaran pada
umumnya. Makan, jalan-jalan, pergi ke tempat rekreasi dan bioskop,. Menghabiskan
siang dan malam bersama. Sampai-sampai lupa bahwa di dunia ini tidaklah hanya
kita berdua. Aku yang seharusnya mempunyai kehidupan dengan keluarga dan
teman-temanku lainnya jadi terbengkalai karenanya. Kuhabiskan hari-hariku untuk
berjumpa dengannya. Ah… baru kusadari cinta itu sebodoh itu ya! Atau akunya
yang terlalu bodoh untuk sebuah kata bernamakan cinta??!!
Dia mulai
mengatur seluruh kehidupanku, mengubah semua kebiasaanku dan menjadikanku
pribadi yang baru. Maklum masa-masa itu kepribadianku masihlah sangat labil
belum stabil dan belum mengerti benar mana prioritas pada saat itu. Ya.. aku
mulai terbiasa dengannya. Ia mengontrol seluruh waktuku. “Kenapa kamu belum siap-siap? Bukannya kita
janjian mau keluar?” selalu seperti itu kata-kata yang aku lontarkan padanya.
Ya.. setiap hari, aku selalu menunggu. Sabar menunggunya yang tidak terlihat
bersemangat untuk menjalani aktivitas.
Jujur aku
tipe perempuan yang tidak sabaran, selalu datang lebih awal kalau janjian. Nah, ini orang malah membuatku menunggu dan seluruh waktu serta
aktivitasku lainnya jadi terhambat bahkan gagal. Digagalkan cuma karena satu
orang saja dan pada saat itu aku masih polos dan terhasut oleh rayuannya. Aku
pun jadi terbiasa mengikuti apa maunya dia dan menuruti semua yang dia
inginkan. Hal tersebut amat sangat salah besar?! Karena, cinta itu berlandaskan
pada kata saling bukan hanya berat sebelah.
Hari pun berganti, bulan
pun juga terus berputar, lama kelamaan tahunpun telah berganti tahun. Tepat
pada tahun keenam ini, aku mulai sadar. Eiitss.. sadarnya lama amat yaaakk??? Hehehe..
tapi, syukurlah akhirnya putri tidur telah terbangun dari mimpinya selama ini.
Mimpi dengan pangeran yang salah alamat.
Seorang sagitarius
seperti aku ini memang selalu menyukai hal baru, perubahan dan tantangan. Alhasil,
aku berhasil untuk membenahi penampilanku. Aku berjuang untuk mendapatkan tubuh
yang sehat dan enak dipandang mata hihi alias kalau beli baju tidak lagi
diukuran x-tra plus plus. Nah, saat ini pun aku telah terbiasa untuk mandiri
dan tidak mengandalkan dirinya. Maklum saja, beberapa tahun belakangan ini ia
mulai menunjukkan sifat aslinya yaitu cuek bukan cool lagi. Ya.. dia terlalu acuh tak acuh akan diriku. Bahkan
ketika aku ke rumahnya, ia tidak mau mengantarkanku lagi kembali ke rumahku. Bisa
dipikir pakai logika kan? Lama-lama aku pun terbiasa dengan sifat dan
keadaannya yang seperti ini.
Tepat pada tahun ketujuh,
aku membuat sebuah komunitas. Komunitas ini membuatku makin bersemangat
menjalani hari-hari. Gimana gak bersemangat coba? Aku punya teman baru, punya
pikiran lebih terbuka dan bertukar pendapat dengan teman-teman. Disatu sisi aku
juga ingin mengajak kekasihku bergabung dan bisa berelasi dengan yang lainnya.
Eh.. dianya malah gak mau dan mengijinkanku bergabung serta menjalin relasi
dengan yang lainnya seorang diri, tanpa perhatian dan tanpa pengawasan darinya.
Cuek sih boleh saja, tapi masa iya dia gak cemburu apa ketika aku dekat dengan
pria lain? Ia malah mengijinkanku pergi dengan seorang pria yang baru kukenal.
Nah, kebiasaan ini lah
yang membuatku menjadi terbiasa dengan sikap dan sifatnya. Toh.. dianya juga
gak peduli padaku? Aku bebas kan ngapain saja dan pergi dengan siapa saja
sesuka hatiku? Dengan kebiasaan baru ini, sedikit demi sedikit ada celah yang
muncul dalam hubungan kami berdua. Awalnya celah ini kecil, sebuah celah yang
digantikan oleh sosok baru yang lebih perhatian dan mau untuk diajak lebih mau
kedepannya. Sementara disisi lain ia juga sibuk dengan hobinya sendiri dan
kegiatan yang ia senangi seorang diri, tanpa aku perlu ikut campur didalamnya. Ya..
kami berdua sama-sama tenggelam dengan hobi masing-masing. Komunikasi pun mulai
memudar. Nah, yang biasanya aku selalu menghubungi terlebih dulu sedangkan ia
sangat cuek dengan sikap dan hobinya. Aku pun mulai melupakan kebiasaan itu,
karena telah tergantikan dengan sosok yang selalu lebih peduli akan diriku dan
mengajakku berinteraksi secara lebih intens.
Dalam sekejap saja sosok
ini mampu membuka celah kecil menjadi lebih besar, sedangkan hubunganku
dengannya juga sudah tidak ada yang mau untuk berusaha menutup celah ini. Bukan
sepenuhnya salahku kan? Ia yang sengaja membiarkan ada celah dan tidak segera
merespon agar celah ini tidak terbuka semakin lebar. Malahan tanpa
sepengetahuannya celah ini telah menganga lebar sekali. Hadirnya sosok baru ini
benar-benar menggantikan kebiasaanku dengannya. Sosok ini begitu cekatan dan
tidak membiarkan aku menunggu atau menunda janji kita. Ia tipe orang yang
selalu menepati perkataannya. Masih teringat jelas saat ia pertama kali
memberikanku cokelat, “Ini buat kamu. Yukk.. kita pergi sekarang,” ujarnya
sambil memberikanku sekotak cokelat. Gimana gak meleleh tuh kalau perempuan
diperlakukan begitu istimewanya?
Seumur-umur selama tujuh
tahun mana pernah ia memberikanku hadiah maupun sebuah kejutan maupun menepati
janjinya. “Lho, kata kamu hari ini mau ngajak aku renang?” tanyaku sekali lagi
padanya yang sedang menyibukkan diri dengan hobinya sendiri. “Oh.. ya ntar ajah
lah. Kan masih bisa kapan-kapan,” begitu terus yang selalu ia ucapkan padaku. Selalu
saja bermoduskan kapan-kapan setiap saat. Ya.. terus saja bilang kapan-kapan,
sampai akhirnya aku telah terbiasa dengan seseorang yang membuatku bahagia dan
mau menepati janjinya.
Masih teringat jelas
dalam lamunku, kala itu tanggal 17 Agustus 2015 yang mana aku sedang bimbang
memutuskan untuk pergi dengan siapa dihari libur tersebut. Aku takut dibohongi
lagi ketika ingin pergi dengannya, eh ujung-ujungnya disuruh menunggu lagi.
Akhirnya, kuputuskan untuk pergi dengan seseorang yang baru kukenal ini. Ya..
pada hari ini semuanya berubah. Ia mulai sadar, lebih tepatnya mulai menyadari
akan kebiasaan yang telah aku buat dengan seseorang yang lain dan bukan dengan
dirinya. Ia mulai menyadari bahwa aku berubah. Sebenarnya, aku bukan berubah.
Aku masih seperti yang ia kenal tujuh tahun lamanya. Hanya saja aku telah
terbiasa akan sikap dan sifatnya yang memperlakukanku sesuka hati. Aku terbiasa
sendiri, aku terbiasa pergi tanpa dirinya, aku terbiasa tidak diperhatikan
olehnya. Toh, pada akhirnya ia yang mulai berasumsi bahwa aku yang telah
berubah.
Ketiadaanku pada hari ini
membuatnya sadar dan ia mulai berpikir kemana aku pergi? Dengan siapakah aku
pergi? Sehingga aku tidak muncul ke rumahnya maupun mengajaknya pergi. Sayang..
rasa sadarnya amat sangat terlambat, karena celah itu sudah benar-benar terisi
dengan sosok baru yang mampu menghargai sebuah kata yang bernamakan cinta.
Ia mulai resah, gelisah
akan perubahan hubungan kami, yang sebenarnya perubahan ini telah dimulai sejak
ia mengacuhkanku dan sibuk dengan dunianya sendiri. Tanpa sadar ia sendiri yang
telah memulai, bukan diriku. Ia mencariku. Ia menghubungiku. Ia mulai
memperhatikanku lagi. Ia menuruti semua keinginanku. Namun, satu hal yang harus
ia sadari bahwa, aku telah terbiasa. Aku telah terbiasa dengan sosoknya yang
acuh itu, sosoknya yang seakan mengabaikanku, sosoknya yang membiarkanku pergi
dengan orang lain dan membuatku lama-lama terbiasa akan orang lain itu bukan
terbiasa lagi dengan dirinya. Maaf.. kebiasaan yang telah kamu buat sekian lama
akhirnya luntur dengan kebiasaan baru yang membawa perubahan lebih baik
untukku, untuk duniaku dan pemikiranku. Berbicara soal cinta itu mudah, namun
cinta yang membawa perubahan menjadi lebih baik itu tidaklah mudah. Harus
dipelihara berdua diisi dengan kata saling dan mau untuk menjadi pribadi yang
lebih baik lagi kedepannya. Ku harap dengan kejadian ini, kamu akan lebih
menghargai waktu bukan dengan kata kapan-kapan dan seringkali menunda berbagai
hal. Padahal untuk mencapai sebuah kesuksesan kita harus berjuang, bukan
menunggu dan menundanya. Begitupula perihal cinta. Bahwa, cinta itu terjadi
karena terbiasa dan menjadikan dunia lebih bermakna. (roze, 91) 29-09-17,
11.39am
Komentar
Posting Komentar